PENGARUH AJARAN ISLAM TRANSNASIONAL TERHADAP KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPULIK INDONESIA
Pengaruh Ajaran Islam Transnasional Terhadap Keutuhan
- I.Pendahuluan
Islam transnasional merupakan istilah yang relatif baru dalam konteks
wacana pemikiran Islam di Indonesia. Istilah ini muncul seiring dengan
bergulirnya reformasi politik di Indonesia tahun 1998, yang ditandai dengan
munculnya kekerasan, pengkafiran sesama Islam, pemaksaan keyakinan, perilaku
agama dan ideologi seperti kasus Ahmadiyah, perampasan masjid NU dan sarana
ekonomi Muhamadiyah, lewat berbagai cara licik, bahkan diwujudkan dengan
peledakan bom yang sasarannya pada agama nasrani, perwakilan kedutaan dan aset
asing, khususnya Amerika. Dibeberapa tempat seperti ambon dan poso terjadi
perlawanan dari kaum nasrani, tidak sedikit korban dan kerugian material dari
kedua bela pihak. Kejadian ini pasti mengejutkan sebagian besar umat Islam dan
bangsa Indonesia pada umumnya. Setelah dilakukan investigasi oleh beberapa
instansi, semua pelaku banyak berasal dari pemikiran dan organisasi diluar
Indonesia. Barangkali seminar ini berorentasi memberikan respon dan pemecahan
terhadap masalah diatas, adapun saya hanya ingin membahas sejauh mana ajaran
Islam transnasional mempengaruhi keutuhan bangsa Indonesia dan bagaimana
seharusnya respon umat Islam agar keutuhan, kerukunan dan kehidupan demokrasi
di Indonesia tetap terpelihara dengan baik. Mengingat waktunya
sangat terbatas, kami hanya menyampaikan prinsip-prinsipnya saja, selebihnya
mungkin dapat didalami pada sesion dialog.
- II.Pengertian Islam Transnasional
- A.Menurut ahli.
Istilah ideologi transnasional ini dipopulerkan pertama kali oleh Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Muzadi, sejak pertengahan 2007
silam. Istilah itu merujuk pada ideologi keagamaan lintas negara yang sengaja
diimpor dari luar dan dikembangkan di Indonesia
Masdar Hilmy dalam salah satu tulisannya mengatakan bahwa istilah “ Islam
transnasional “ adalah sebuah gerakan yang bukan asli Indonesia, keberadaan
organisasi politik ini tidak lahir dari pergumulan identitas ke Indonesia-an
yang otentik melainkan dipindahkan, dibawa atau diimpor dari negara lain yang
cenderung tidak mau meng-Indonesia.
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa Islam transnasional adalah
organisasi politik yang lahir sebagai pemecahan dari persoalan persoalan
politik yang muncul di daerah timur tengah sedangkan Islam kebangsaan atau ke
Indonesia-an adalah organisasi sosial keagamaan atau organisasi politik yang
lahir dari pergumulan dan pemecahan masalah-masalah yang terkait dengan
Indonesia. jadi tidak ada hubungannya dengan penggunaan Alquran dan sunnah yang
berasal dari arab saudi. Islam Indonesia menggunakan Alquran dan sunnah untuk
pemecahan masalah di Indonesia sedangkan Islam transnasional menggunakan
Alquran dan sunnah untuk pemecahan masalah di timur tengah. masalah itu akan
timbul ketika pemecahan masalah timur tengah dipaksakan sebagai pemecahan masalah
di Indonesia. (dibahas di tema sendiri )
B. Ajaran dan organisasi
Sebagaimana
disampaikan pada pada bab pendahuluan sebagian besar orang orang yang
menjalankan agama secara radikal dan memaksakan kehendak berasal dari pemikiran
dan organisasi luar Indonesia, khususnya timur tengah, disini saya mencoba
memahami dasar berfikir dari Perilaku keagamaan mereka agar dapat dijadikan
pijakan dalam pemecahan masalah, ada 2 pendekatan yaitu sejarah dan fungsi
syare’at Islam dalam tatanan sosial, diperkiraan 2 hal itu yang membentuk
radikalisme Islam transnasional.
Dalam catatan
sejarah Islam, telah diketahui bersama sejak umat Islam mengekspansi Eropa dan
pada masa tertentu, Eropa tidak hanya melepaskan diri dari kekuasaan Islam
bahkan banyak menjajah negara-negara Islam ditimur tengah. Pada masa berikutnya
berbalik umat Islam yang berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Eropa.
Peperangan Islam dan negara-negara Eropa berlangsung sangat lama, bisa sampai
ribuan tahun, yang terakhir kehancuran Turki Usmani, perang Afghanistan, umat
Islam melawan Uni Sovyet dan Amerika, perang Libya, Irak, Iran dan Al qaidah
dibawah pimpinan usama bin laden, semuanya melawan Amerika. dalam stuasi
seperti itu secara alamiah, untuk tujuan kemenangan peperangan, umat Islam
menggelorakan semangat internalnya diantaranya menanamkan kebencian terhadap
agama, budaya, ilmu pengetahuan dan Perilaku kehidupan orang Eropa dan Amerika.
Ayat-ayat perang yang terdapat dalam Alquran dan sunnah rasul, tentang
keburukan dan kerusakan Perilaku orang orang kafir sering dijadikan legitimasi.
Ayat-ayat tentang jihad dan pahala orang yang mati sahid menjadi perbincangan
sehari hari, hal ini untuk melibatkan semua umat Islam agar mau bertempur dan
memiliki militansi tinggi serta menciptakan tentara yang tidak pernah takut
mati. Sanksi kekafiran diberikan kepada mereka yang enggan berperang melawan
Eropa. dalam waktu cukup lama tanpa disadari mereka memandang ajaran Islam
adalah ajaran melawan kekafiran dengan segala jalan dan segala cara. Hal itu
pasti akan menjadi masalah ketika pemikiran dan kondisi psikologis umat Islam
timur tengah ditransfer ke negara-negara mayoritas Islam diluar timur tengah,
yang hidup damai, tidak ada masalah dengan orang orang yang berbeda agama,
semua diberikan kebebasan menjalankan agamanya dan berkompetisi secara fair
dalam berbagai bidang baik ekonomi, pendidikan, hukum dan politik. Negara yang
hidup damai dan bisa saling menghargai akan menjadi medan kebencian, caci maki,
fitnah, mengambil hartanya bahkan membunuhnya dengan bom-bom seperti dimedan
perang terhadap rakyat sipil, rakyat kecil yang tidak mengetahui apa-apa
tentang itu. Seharusnya mereka dapat membedakan, memisahkan dan memilah kondisi
sosial politik umat Islam dalam suatu negara, tidak menempat kan semua negara dalam
kondisi perang. Karena Alquran dan sunnah juga mengaturnya secara detail
tentang perbedaan stuasi dan kondisi dalam masyarakat. Umat Islam yang bijak
mampu menempatkan diri pada varian stuasi itu dengan benar. Dari uraian singkat
tentang pendekatan sejarah dapat disimpulkan mengapa Islam transnasional
Perilaku agamanya cenderung radikal dan mudah mengkafirkan sesamanya karena
kehidupan mereka sejak kecil sampai buyut dibesarkan dalam suasana
peperangan.
Pemahaman
tentang keharusan menjadikan syareat Islam dalam tatanan sosial juga sering
memicu radikalisme dan kekerasan terhadap keyakinan dan Perilaku umat
selainnya. Secara sederhana mereka memandang bahwa syareat Islam yang terdapat
dalam Alquran dan sunnah berasal dari Allah yaitu zat yang maha besar, pencipta
alam semesta dan zat yang bebas dari kesalahan dan kemubadhiran. Mereka yang
lebih mementingkan hawa nafsu, ilmu pengetahuan dan akalnya menolak syareat
Islam, berarti tidak mempercayai kebesaran Allah. Mereka ditempatkan sebagai
orang-orang kafir dan syirik karena memandang akal manusia lebih tinggi dari
Allah, sumber kerusakan dimuka bumi, sehingga harta dan jiwanya menjadi halal.
Syareat Islam ditempatkan sebagai tolok ukur suatu ormas, parpol atau negara
sebagai umat Islam atau kafir, akibatnya sangat luar biasa menyedihkan. Ketika
pancasila menjadi dasar negara lewat dialog ilmiah dan ada 40 % perwakilan umat
Islam di BPUPKI, PPKI dan sidang konstituante selama 4 tahun dan ketika azas
tunggal pancasila diberlakukan bagi ormas dan parpol. Radikalisme sejak tahun
1948 yang diwakili hisbullah dibawah pimpinan kartosuwiryo, melepaskan diri
dari kesatuan republik Indonesia yang dipandang negara kafir. Mereka melakukan
perlawanan militer terhadap pemerintah yang ada sampai akhirnya dikalahkan,
perlawanan itu terus dilakukan dengan cara-cara kekerasan dan sembunyi
sembunyi, diwakili oleh NII dan perwakilan jamaah Islamiyah di Indonesia,
ribuan umat Islam meninggal dunia. Realitas ini menjadikan partai partai Islam
terpuruk, pada tahun 1955, dengan diwakili oleh masyumi Umat Islam mampu
memperoleh suara 40 % lebih. Namun pada pemilu kemarin dengan diwakili 4 partai
hanya memperoleh suara 22 %.
Kalau menurut
saya, kesalahan pemahaman diatas karena mereka memandang bahwa ajaran Allah
hanya terdapat pada Alquran dan sunnah saja, sedangkan ilmu pengetahuan,
produk-produk akal dan tekhnologi bukan merupakan ajaran Allah, terbukti mereka
masih membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum. Sebenarnya dalam Alquran Allah
banyak memerintahkan kepada umatnya agar berpijak kepada, saat tertentu Allah
menggunakan istilah wahyu, saat lain menggunakan quran, pada masa tertentu
menggunakan syareat, terkadang juga menggunakan hukum sunatullah, rasulullah,
sunnah nabi nabi dahulu, ilmu pengetahuan, akal dan hukum keseimbangan (dalil
dalilnya tidak dirinci disini). Dari sini membuktikan bahwa pengetahuan, nilai,
ajaran dan tekhnologi yang tidak tertulis secara teks dalam al quran dan sunnah
juga merupakan ajaran Allah, seperti produk produk tekhnologi, komputer,
satelit, nilai-nilai profesionalisme, pengembangan pendidikan dan pola
pembelajaran serta pengembangan genetik pada tumbuhan dan hewan dls. bisa jadi
teks-teks Alquran dan sunnah yang sifatnya kondisional sekarang sudah bukan
lagi syareat yang menjadi pijakan universal. Misalkan dalam peperangan saat ini
kita tidak perlu lagi menggunakan kuda dan pedang, meskipun ada teks intruksi
dalam Alquran dan sunnah, karena sifatnya kondisional. Dari uraian, hampir bisa
dipastikan bahwa nilai nilai yang terkandung di dalam pancasila merupakan
ajaran Allah yang wajib dijadikan pijakan seperti perintah berpijak pada
pengetahuan. Jika pancasila dimasukkan pada bidang pengetahuan adalah
pengetahuan dasar tentang nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara di
Republik Indonesia. Realitas bangsa Indonesia yang amburadul banyak
kemaksiatan, kemungkaran dan korupsi, tidak ada hubungannya dengan pancasila
melainkan pada orang yang menerapkannya tidak konsisten. Seperti umat Islam
hari ini juga mengalami kemiskinan, ketertinggalan dalam berbagai hal,
khususnya ilmu dan tekhnologi. Kemaksiatan dan korupsi di Indonesia sebagian
besar dari umat Islam bahkan banyak dari partai agama dan departemen agama
Islam, kerusakan ini bukan karena ajaran Alqurannya melainkan orang-orangnya
yang tidak sanggup melaksanakan ajaran Alquran.
Pemahaman
tentang khilafah yang memandang keharusan umat Islam diseluruh dunia terikat
dalam satu pemerintah dan negara, seperti masa pemerintahan rasulullah saw atau
4 Khulafaur rosyidin, Bani Umayah dan Abbasiyah, juga dapat memicu radikalisasi
dan pengkafiran umat selainnya jika mereka menempatkan pemikiran itu sebagai
ajaran Islam yang bersifat universal dan kewajiban bagi negara-negara Islam
menyatukan diri dalam khilafah.
Sepanjang
pengetahuan saya, Allah tidak pernah mengharuskan model atau format organisasi
umat Islam apakah berbentuk organisasi bangsa atau organisasi yang bersifat
mendunia begitu juga dalam pemerintahannya apakah berpijak pada demokrasi atau
kerajaan. Meskipun dalam sejarah model organisasi Islam yang diperagakan umat
Islam mulai masa Nabi Muhammad SAW sampai berakhirnya pada masa turki usmani,
bersifat mendunia, tapi pertimbangannya bukan nilai universal dari Allah dan
rasulnya melainkan tuntutan alamiah dari pengembangan dakwah dan penaklukan
daerah daerah oleh kekuasaan Islam saat itu. Seperti negara Eropa, khususnya
Inggris yang melakukan penaklukan terhadap daerah daerah di Asia dan Amerika
maka secara alamiah daerah taklukan itu menjadi bawahan pemerintahan negara
Inggris. Karena biaya dan pengorbanan perang yang dikeluarkan sangat mahal dan
ketika daerah Islam sangat luas dan pemerintah pusat tidak dapat menjangkaunya.
Pada sisi lain dapat menghambat kemajuan dan ada kebutuhan identitas dari
daerah daerah Islam akan rasa kebangsaannya, maka saat itu pembubaran khilafah
menjadi suatu yang rasional. Hal ini wajar dalam tradisi hukum Islam, seperti
penghapusan kawin mut ah dan penghapusan harta rampasan perang yang dilakukan
oleh Umar bin khotob karena ada tuntutan alamiah untuk kemajuan dan moral
Islam, meskipun pernah dilakukan oleh pendahulunya.
Berdasarkan
hasil penelitian yang di-release dan diedarkan oleh Badan Intelejen
Nasional (BIN), ideologi Islam berhaluan neo-fundamentalis kini populer disebut
dengan ideologi Islam transnasional tersebut dapat dicirikan sebagai berikut:
1. Bersifat antar-negara
(Transnasional)
2. Konsep gerakan tidak lagi
bertumpu pada nation-state, melainkan konsep ummah.
3. Didominasi oleh corak
pemikiran skripturalis, fundamentalis atau radikal
4. Secara parsial mengadaptasi
gagasan dan instrumen modern.
Beberapa ciri
ideologi dan organisasi Islam yang masuk dalam kelompok Islam transnasional dan
kaki tangan kelompok ini, yang ada di Indonesia menurut Badan Intelejen Indonesia
(BIN) adalah:
- 1.Ikhwanul Muslimin,
- 2.Hizbut Tahrir,
- 3.Jihadi,
- 4.Salafi Dakwah dan Salafi Sururi,
- 5.Jama’ah Tabligh serta
- 6.Syi’ah.[3]
III Pengaruh Ajaran Islam Transnasional Terhadap Kehidupan Umat.
- a.Konflik Antar Sesama Umat Islam.
Umat, organisasi atau partai Islam yang menerima pancasila sebagai dasar
kehidupan berbangsa, dipandang sebagai orang kafir, halal darah dan hartanya,
oleh karena itu mereka dengan berbagai cara mengambil harta-harta kekayaan NU
dan Muhammadiyah, sebagai mana disampaikan ketua PBNU Masdar F Mas’udi kepada
wartawan di kantor wahid institut , jalan taman amir hamzah Jakarta, ditulis
ulang di buku Ilusi negara Islam. : kehidupan agama agama di Indonesia semakin
tidak aman, sekelompok orang yang mengatas namakan Islam, telah serampangan
mengambil alih masjid masjid milik warga NU dengan alasan bid’ah dan aliran
sesat. Pengambilalihan yang dimaksud, kata masdar berbentuk pergantian para
takmir masjid yang selama ini di isi oleh warga NU, lalu tradisi ritual keagamaan
khas NU pun diganti. Ia mengatakan hampir ratusan masjid yang diambil alih.
masdar mensinyalir hal itu dilakukan oleh kelompok garis keras, kaum
fundamentalis, ia menyerukan kepada warga NU untuk mengambil kembali
masjid-masjid tersebut. Menurut Hasyim Muzadi, fenomena diambil alihnya
masjid-masjid milik warga NU oleh kelompok Islam ekstrem, menurutnya mereka
tidak mampu membuat masjid sendiri dan sering mem bid’ahkan dan mengkafirkan
warga NU ( idem ). Pada tanggal 29 april 2007, beliau mendesak pemerintah untuk
mencegah masuknya ideologi transnasional ke Indonesia baik dari barat maupun
dari timur. Almarhum Pak Ud ( sapaan pengasuh pesantren tebu ireng jawa timur
KH. M Yusuf hasyim ) pernah meminta saya untuk memotong masuknya ideologi
transnasional karena sama-sama merusak NU dan Indonesia. pada acara yang
digelar pimpinan pusat lembaga dakwah NU bekerja sama dengan departemen agama,
juga mengatakan “ Kelompok Islam dengan ideologi transnasional pada umumnya
menolak toleransi atau sikap saling menghormati, hal itulah yang kemudian bisa
memicu terjadinya konflik antar umat beragama “ Muhammadiyah juga tidak lepas
dari sasaran Islam transnasional, tidak hanya masjid yang diambil melainkan
badan-badan usaha dan kader serta simpatisannya. Artikel Abdul Munir Mulkhan di
Suara Muhammadiyah telah mendorong Farid Setiawan, Ketua Umum Dewan Pimpinan
Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) Daerah Istimewa Yogyakarta,
untuk mendiskusikan lebih luas infiltrasi garis keras ke dalam Muhammadiyah
melalui beberapa artikelnya yang dimuat di Suara Muhammadiyah, seperti: Ahmad
Dahlan Menangis (tanggapan terhadap tulisan Abdul Munir Mulkhan)[4], Tiga Upaya Mua’allimin dan Mu’allimat.[5] Tulisan artikel Abdul Munir Mulkhan dan Farid Setiawan
telah memancing sikap pro-kontra dikalangan pengurus Muhammadiyah, yang
akhirnya mendorong salah seorang Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Haedar
Nashir untuk melakukan klarifikasi melalui buku tipis tentang sikap
Muhammadiyah terhadap sinyalemen inflitrasi Islam garis keras. Tiga bulan
setelahnya, Pengurus Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Surat Keputusan
(SKPP)Muhammadiyah Nomor 149/Kep/I.0/B/2006,[6] untuk
menyelamatkan Muhammadiyah dari berbagai tindakan yang merugikan Persyarikatan
dan membebaskannya dari pengaruh, misi, infiltrasi, dan kepentingan partai
politik yang selama ini mengusung misi dakwah atau partai politik bersayap
dakwah.[7] Ahmadiyah juga menjadi korban pengkafiran,
pembubaran dan penganiayaan sebagaimana yang terjadi di Monas tanggal 1 juni
2008, di Cekesik pendelang Banten pada 6 pebruari tahun 2011, memakan 3 orang
korban tewas dan 5 orang luka luka. Jika sesama umat Islam diperlakukan seperti
itu apalagi umat lain yang berbeda agama dan keyakinan, mereka tidak segan
segan diserang dengan bom-bom pada saat natal dan tahun baru, puncaknya pada
tragedi perang umat Islam dan nasrani di poso dan Ambon yang memakan banyak
korban, kerugian tidak hanya pada kehilangan jiwa, melainkan tidak berjalannya
kegiatan ekonomi, pendidikan dan sosial. dari uraian singkat diatas dapat
disimpulkan bahwa ajaran Islam transnasional hanya menimbulkan perpecahan
dikalangan umat Islam, umat selain Islam dan kehidupan bangsa Indonesia pada
umumnya.
iv. Pemecahan
- 1.Pemikiran.
Terus menerus
melakukan pembanding pemikiran terhadap ideologi transnasional dengan etika,
profesional dan ilmiah, khususnya tentang substansi negara Islam dan keharusan
penggunaan syari ah sebagaimana yang ada dalam teks Alquran dan sunnah, untuk
melakukan itu tidak mudah, perlu pendalaman ekstra, karena umat Islam pada
umumnya termasuk NU dan Muhammadiyah dalam menempatkan fekih syari ah, tidak
ada perbedaan dengan Islam transnasional, oleh karena itu mereka mudah masuk di
MUI, sebagian besar ulamanya dari NU dan kader kader Muhammadiyah sebagaimana
dijelaskan diatas dan keduanya pernah memperjuangkan syariah Islam sebagai
dasar negara Indonesia, oleh karena itu mereka tidak pernah menyentuh ideologi
diatas, kemarahan NU dan Muhammadiyah terhadap Islam transnasional disamping
mengkafirkan juga mengambil aset dan kadernya. Aliran Islam yang menentang
ideologi Islam transnasional dengan menolak negara Islam dan syariah ( teks )
adalah Jaringan Islam liberal yang diketuai ulil absar, tapi mereka justru
dijadikan bulan-bulanan baik dalam dakwah dan politik, oleh Islam transnasional
dengan menggunakan tangan MUI, didalamnya termasuk NU dan Muhammadiyah
menyatakan bahwa jaringan Islam liberal termasuk aliran sesat. dalam slogannya
secara terbuka menginginkan “ Indonesia tanpa JIL “ dan menjadikan sebagai
tuduhan bagi aliran Islam rasional yang menentangnya. Termasuk anak-anak
yayasan alkahfi, pernah difitnah sebagai JIL lewat majalah suara Hidayatullah,
karena tidak terbukti ia menyediakan hak jawab dan permohonan maaf bahkan ada
yang sampai pada gugatan hukum. Jika umat Islam mampu menjelaskan dengan cara
rasional, ilmiah yang didasarkan pada Alquran dan sunnah tentang kekeliruan
mendudukkan negara Islam dan syariah Islam, insya Allah semua pihak akan
menerimanya.
- 2.Hukum.
Keharusan menggunakan pancasila
dalam kehidupan berorganisasi, baik ormas, parpol dan kehidupan berbangsa akan
menjadi hambatan Islam transnasional masuk ke Indonesia karena dipandang dapat
mengkafirkan. Terbukti pada saat masa orde baru, ketika presiden suharto
memberlakukan asas tunggal, hampir tidak muncul atau tidak ada aliran
transnasional. Aliran ini muncul sangat kuat justru ketika asas tunggal
dihapuskan. Semua ormas boleh menggunakan asas apapun tapi masih ada
pengecualian yaitu komunisme. Tapi bagi umat Islam yang memandang nilai nilai
pancasila tidak bertentangan dengan Alquran dan sunnah tentu tidak ada masalah.
Pada kehidupan sehari hari dalam perjanjian kontrak rumah, perjanjian bisnis,
perjanjian pembelian alat alat transportasi tidak menggunakan Alquran dan
sunnah, melainkan pada hal hal yang saling menguntungkan dan menjaga hak masing
masing. Pengawasan sumber dana dari negara asing ke organisasi organisasi di
Indonesia, yang merupakan alat pengembangan Islam transnasional, lebih
ditingkatkan, sanksinya diperberat dan moralitas para penegak hukum lebih
dikontrol, jalan ini insya Allah dapat menghambat pengembangan nya
- 3.Mengimbangan kegiatan mereka.
Kekalahan Islam
kebangsaan dibandingkan Islam transnasional adalah semangat dan militansinya,
terbukti meskipun NU dan Muhammadiyah mengerahkan kemampuannya membendung Islam
transnasional, pengikut mereka semakin luas, hal ini dapat dipastikan karena
mesin mesin dakwah mereka tidak berjalan, sebab disektor itu tidak ada
kompensasi uang, jika dibandingkan dengan kegiatan selainnya seperti mengajar atau
bisnis. Dalam majalah kompas pernah diangkat kenapa sekolah SLTA dan perguruan
tinggi sebagian besar dipegang oleh Islam transnasional, karena tidak ada
aliran Islam kebangsaan, seperti NU dan Muhammadiyah yang masuk disana. Hal ini
dapat dipastikan karena tidak ada program organisasi dan tidak ada uangnya.
Justru sekarang yang dipikirkan bagaimana mesin mesin dakwah di SLTA, perguruan
tinggi, di instansi pemerintah dan perusahaan asing bisa menjadi program
prioritas dan ada kompensasi materialnya.
- 4.Kerja sama aliran Islam kebangsaan dalam membendung gerakan transnasio nal.
Bilamana mereka
memiliki semangat membendung ajaran transnasional dengan kerja sama NU dan
Muhammadiyah yang kadernya cukup banyak lewat pembagian tugas akan mampu
membendung nya. Tapi sekali lagi kerja sama itu sulit dilakukan karena aliran
Islam kebangsaan juga memiliki perbedaan spritual, fekih dan budaya yang sulit
disatu kan dalam kerja sama. traumatis kerja sama umat Islam dalam masyumi,
masih menghantui dan menimbulkan rasa pesimis. Seharusnya untuk kepentingan
yang sama dan untuk pemecahan masalah kebangsaan yang efeknya cukup besar,
Islam kebangsaan harus bisa bersatu dan bekerja sama.
Demikian semoga
bisa menjadi masukan bagi umat Islam kebangsaan dalam membendung Islam
transnasional.
0 komentar: